Posted in

SABUNG AYAM : TRADISI PADA BERBAGAI DAERAH NUSANTARA

Sabung ayam, atau adu ayam, bukan sekadar pertarungan dua ekor unggas yang saling serang di sebuah arena. Dalam konteks kebudayaan Nusantara, sabung ayam mencerminkan warisan tradisi yang telah mengakar selama ratusan tahun. Meski kini praktik ini kerap menuai pro dan kontra, tak dapat disangkal bahwa sabung ayam menyimpan nilai historis, sosial, dan spiritual yang kaya di berbagai penjuru Indonesia.

Jejak Historis Sabung Ayam

Dalam berbagai literatur kuno, sabung ayam telah disebutkan sejak zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Di Bali, misalnya, sabung ayam atau “tajen” tercatat dalam prasasti dan lontar sebagai bagian dari ritual keagamaan. Tajen dilakukan dalam rangka “tabuh rah,” yakni persembahan darah sebagai bagian dari upacara penyucian dan pengusiran roh jahat. Ini menunjukkan bahwa sabung ayam bukan semata-mata hiburan atau judi, melainkan bagian dari praktik sakral dalam kepercayaan masyarakat.

Sementara itu, di Sulawesi Selatan, khususnya dalam budaya Bugis dan Makassar, sabung ayam menjadi simbol kehormatan dan harga diri. Seringkali, sabung ayam dijadikan bagian dari acara adat, seperti pesta panen atau penyambutan tamu penting. Bagi masyarakat setempat, ayam jago tidak hanya hewan peliharaan, melainkan juga perwakilan dari keberanian dan kekuatan sang pemilik.

Ragam Tradisi di Daerah

Sabung ayam memiliki variasi pelaksanaan yang unik di tiap daerah. Di Bali, sebagaimana disebutkan, sabung ayam dilakukan di pura dengan prosesi keagamaan yang sakral. Di sini, ayam jago dibiarkan bertarung hingga keluar darah, bukan untuk taruhan, melainkan sebagai simbol persembahan.

Berbeda lagi di Tanah Toraja, Sulawesi Selatan, di mana sabung ayam menjadi bagian dari ritual pemakaman besar (Rambu Solo’). Dalam upacara ini, sabung ayam dianggap sebagai media pengantar roh ke alam baka. Pertarungan ayam dilakukan dengan penuh penghormatan, mencerminkan kesedihan sekaligus perayaan atas kehidupan orang yang telah meninggal.

Di Kalimantan, suku Dayak memiliki tradisi sabung ayam yang berkaitan dengan ramalan. Masyarakat akan menyaksikan bagaimana ayam bertarung sebagai cara untuk menentukan keputusan penting atau memprediksi masa depan. Di sini, sabung ayam lebih menyerupai media spiritual daripada hiburan.

Antara Tradisi dan Kontroversi

Namun, dalam perkembangan zaman modern, sabung ayam juga mengalami transformasi. Banyak pihak yang mempraktikkannya dengan tujuan perjudian, menjauhkan dari akar budaya aslinya. Hal ini menimbulkan polemik, karena praktik tersebut sering kali bertentangan dengan hukum dan norma sosial masa kini.

Meski demikian, tidak semua bentuk sabung ayam harus dipandang negatif. Ketika dilestarikan sebagai bagian dari kebudayaan dan dilakukan dengan tujuan ritual atau tradisi, sabung ayam tetap memiliki tempat penting dalam warisan budaya Indonesia. Kunci utamanya adalah menjaga konteks dan nilai yang menyertainya.

Penutup

Sabung ayam bukan sekadar pertarungan antar unggas, melainkan potret dari keragaman budaya Nusantara yang penuh makna. Dari Bali hingga Toraja, dari Kalimantan hingga Sulawesi, setiap daerah memiliki cara dan alasan tersendiri dalam memaknai tradisi ini. Dengan pendekatan yang bijak, tradisi sabung ayam dapat tetap lestari sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa, tanpa menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan dan etika yang berlaku di zaman modern.